OSTEOARTHRITIS
Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering
ditemukan di masyarakat, bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah
kesehatan masyarakat. Osteoarthritis tidak hanya mengenai rawan sendi namun
juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan
jaringan synovial serta jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan
sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fissura dan
ulserasi yang dalam pada permukaan sendi.
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum
terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara
lain adalah :
a.
Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis,
faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis
semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas
60 tahun.
b.
Jenis
Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan
sendi, dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan
dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang
lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis
lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c.
Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya
osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada
sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis
pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga
kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis.
d.
Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis
nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari
pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika
asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e.
Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada
pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi
yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau
sternoklavikula).
1.
Klasifikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis diklasifikasikan berdasarkan etiologi
dan lokasi sendi yang kena. Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara
primer (idiopatik) maupun sekunder.
Pada Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ikatan
Reumathology Indonesia (IRA) tahun 2014 terdapat tabel Klasifikasi OA
berdasarkan etiologi dan berdasarkan lokasi sendi yang kena.
a)
Klasifikasi OA berdasarkan Etiologi
I.
Idiopatik
(Primer)
II.
Sekunder
Tabel
2.1 Klasifikasi OA berdasarkan Etiologi
Metabolik
|
Kelainan Anatomi /
Struktur Sendi
|
Trauma
|
Inflamasi
|
·
Artritis
kristal(Gout, calciumpyrophosphatedihydratearthropaty/pseudogout)
·
Akromegali
·
Okronosis(alkaptonuria)HemokromatosisPenyakit
Wilson
|
·
Slipped
femoral epiphysis
·
Epiphyseal
dysplasias
·
Penyakit Blount’s
·
Penyakit Legg-Perthe
·
Dislokasi
koksa kongenital
·
Panjang
tungkai tidak sama
·
Deformitas
valgus/varus
·
Sindroma
hipermobiliti
|
·
Trauma sendi
mayor
·
Fraktur pada
sendiatau osteonekrosis
·
Bedah
tulang(contoh: menisektomi)
·
Jejas kronik
(artropatiokupasional/terkaitpekerjaan),
bebanmekanik kronik(obesitas).
|
·
Semua artropatiinflamasi
·
Artritis
septik
|
Sumber dari
Rekomendasi-IRA-2014
b)
Klasifikasi OA berdasarkan lokasi sendi yang terkena
Klasifikasi berikut pada penatalaksanaan OA secara menyeluruh, baik
itu secara farmakologi ataupun Non-farmakologi. Penanganan OA tidak hanya pada
sendi lutut, panggul, lumbal, tetapi juga dapat mengenai sendi-sendi dibawah
ini :
Tabel 2.2 Klasifikasi
OA berdasarkan lokasi sendi yang terkena
OA Tangan
|
·
Nodus Heberden danBouchard
(nodal)
·
Artritis erosif interfalang
·
Karpal-metakarpal I
|
OA Vetebra
|
·
sendi apofiseal
·
sendi intervertebral
·
spondilosis (osteofit)
·
ligamentum (hiperostosis,penyakit
Forestier,diffuse idiopathic skeletalhyperostosis=DISH)
|
OA Lutut
|
·
Bony enlargement
·
Genu valgus
·
Genu varus
|
OA ditempat lainnya
|
·
glenohumeral
·
akromioklavikular
·
tibiotalar
·
sakroiliaka
·
temporomandibular
|
OA Kaki
|
·
haluks valgus
·
haluks rigidus
·
jari kontraktur(hammer/cock-up
toes)
·
talonavikulare
|
OA generalisata /
sistemik
|
Meliputi
3 atau lebih daerahyang tersebut di atas
|
OA Koksa
(Panggul)
|
·
eksentrik (superior)
·
konsentrik (aksial, medial)
·
difus (koksa senilis)
|
2.
Langkah-Langkah
Penetapan Diagnosis Osteoarthritis
Seperti pada penyakit reumatik umumnya penetapan diagnosis tak
dapat didasarkan hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya di lakukan
pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan prinsip pemeriksaan GALS (Gait,
arms, legs, spine). Penegakan diagnosis OA berdasarkan gejala klinis. Tidak
ada pemeriksaan penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA.
Pemeriksaan penunjang saat ini terutama dilakukan hanya untuk memonitoring
penyakit dan untuk menyingkirkan kemungkinan arthritis karena sebab lainnya.
Pemeriksaan radiologi dapat menentukan adanya OA, namun tidak berhubungan
langsung dengan gejala klinis yang muncul. Gejala OA umumnya dimulai saat usia
dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi hari atau kaku sendi setelah
istirahat. Sendi dapat mengalami pembengkakan tulang, dan krepitus saat
digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak
ditemukan atau sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama
sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari tangan, tulang punggung dan panggul.
Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan
pemeriksaan berikut ini:
A)
Anamnesis
Ø Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
Ø Tidak disertai adanya inflamasi(kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkakyang minimal,
dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
Ø Tidak disertai gejala sistemik
Ø Nyeri sendi saat beraktivitas
Ø Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMCI),
Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki:
Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.
Faktor risiko
penyakit :
Ø Bertambahnya usia
Ø Riwayat keluarga dengan OAgeneralisata
Ø Aktivitas fisik yang berat
Ø Obesitas
Ø Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang
bersangkutan.
Penyakit yang menyertai, sebagai
pertimbangan dalam pilihan terapi:
Ø Ulkus peptikum, perdarahan saluranpencernaan, penyakit
liver.Penyakit kardiovaskular (hipertensi,penyakit jantung iskemik,
stroke, gagal jantung)
Ø Penyakit ginjal
Ø Asthma bronkhiale (terkaitpenggunaan
aspirin atau OAINs)
Ø Depresi yang menyertai
B)
Pemeriksaan Fisik
Ø Tentukan BMI
Ø Perhatikan gaya berjalan/pincang?
Ø Adakah kelemahan/atrofi otot
Ø Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
Ø Lingkup gerak sendi (ROM)
Ø Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
Ø Krepitus
Ø Deformitas/bentuk sendi berubah
Ø Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
Ø Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
Ø Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
Ø Pembengkakan jaringan lunak
Ø Instabilitas sendi
C)
Pendekatan untuk Menyingkirkan Kemungkinan Diagnosis
Lain.
Ø Adanya infeksi
Ø Adanya fraktur
Ø Kemungkinan keganasan
Ø Kemungkian Artritis Reumatoid
Diagnosis
banding yang menyerupai penyakit OA :
Ø Inflammatory
arthropaties
Ø Artritis
Kristal (gout atau pseudogout)
Ø Bursitis
(a.r. trochanteric, Pes anserine)
Ø Sindroma
nyeri pada soft tissue
Ø Nyeri
penjalaran dari organ lain (referred pain)
Ø Penyakit
lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi, metabolik dll.)
D) Pemeriksaan Penunjang
Ø Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
Ø Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau
untuk merujuk ke ortopaedi.
E)
Perhatian
khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan terapi /
penatalaksanaan OA.
Ø Singkirkan diagnosis banding.
Ø Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan
pada ahli reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA.
Umumnya dilakukan artrosentesis diagnosis.
Ø Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
Ø Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
Ø Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana
yang lebih disukai pasien, bagaimana respon pengobatannya.
Ø Faktor psikologis yang mempengaruhi.
3.
Penatalaksanaan
Osteoarthritis
Penatalaksanaan Osteoarthritis menurut Guideline ACR (American
College Of Rheumatology) yang dikutip dari Rekomendasi Ikatan Reumatologi
Indonesia tahun 2014 :
Tahap Pertama:
Terapi Non-Farmakologis
a)
Edukasi pasien (Level Of Evidence: II)
b)
Program Penatalaksanaan Mandiri (Self-Management
Program).
c)
Bila berat
badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal penurunan
5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
d)
Program latihan
aerobik (low impact aerobic fitness exercises).(Level of Evidence:
I)
e)
Terapi fisik
meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence:
II)
f)
Terapi okupasi
meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan alat
bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence:
II)
Tahap Kedua :
Terapi Farmakologis
·
Pendekatan Terapi Awal
a)
Untuk Osteoarthritis dengan gejala ringan hingga
sedang dapat diberikan obat berikut ini, bila tidak terdapat atau menimbulkan
kontraindikasi dengan pemberian obat tersebut :
§ Acetaminophen (kurang dari 4 gram sehari).
§ Obat Antiinflamasi non-steroid
b)
Untuk
Osteoarthritis dengan gejala ringan hingga sedang yang mengalami resiko pada
system pencernaan (untuk penderita usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran
cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
§ Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
§ Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
§ Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah dan
dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon
kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75
atau SR100) agar dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan
kepatuhanpasien. Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan
pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan sistem
gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran pencernaan. (Level
of Evidence: I, dan II)
• Cyclooxygenase-2
inhibitor.
(Level of Evidence: II).
Obat-obat tersebut harus secara
teratur diberikan kepada pasien gangguan fungsi liver, dan harus di hindari
kepada pasien pecandu alkohol kronis. Pada pasien yang tidak merespon terhadap
Acetaminophen tidak diperbolehkan mendapatkan terapi sistemik atau dapat
diberikan Capcaisin topikal atau methylsalicylate cream.
Untuk nyeri sedang hingga berat, dan
disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid
intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri
jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat
anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
v
Pendekatan Terapi Alternatif
Bila pada terapi awal tidak
menunjukan hasil/respon yang adekuat maka dapat dilakukan terapi alternative
sebagai berikut :
a.
Pada penderita dengan keluhan nyeri sedang
hingga berat, dan memiliki riwayat kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik
dan OAINS, maka dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi).
Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA sedang hingga berat, akantetapi dibatasi
dengan adanya efeksamping mual (30%), konstipasi (23%), pusing (20%), somnolen
(18%) dan muntah (13%).
b.
Terapi
intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan
II) atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
(Level of Evidence: II)
c.
Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein
meningkatkan efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja,
namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman
klinis. Bukti-bukti penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk
non-cancer related pain.
kimia kimia industri
BalasHapus