PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak
pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi
TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
- Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. - Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC
digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat primer
: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. - Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis
obat antituberkulosis (OAT)
Obat
|
Dosis
harian
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
2x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
3x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
INH
|
5-15 (maks 300 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
15-40 (maks. 900 mg)
|
Rifampisin
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
10-20 (maks. 600 mg)
|
15-20 (maks. 600 mg)
|
Pirazinamid
|
15-40 (maks. 2 g)
|
50-70 (maks. 4 g)
|
15-30 (maks. 3 g)
|
Etambutol
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
50 (maks. 2,5 g)
|
15-25 (maks. 2,5 g)
|
Streptomisin
|
15-40 (maks. 1 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
25-40 (maks. 1,5 g)
|
Sejak 1995, program Pemberantasan
Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen operasional,
disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini
dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia � WHO joint Evaluation dan
National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program
ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat
yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya
resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi
pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996
dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat
mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai
"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas
pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high
burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline
drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi
dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif,
dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan
Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi
dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan
pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita
yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC
dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk
kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC
yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin
(hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa
pertumbuhan).
Pengobatan
TBC pada orang dewasa
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: - Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: - Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: - Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan
TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC
jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika
INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb
dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang
diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
|
||
|
INH
|
: 5 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
TB berat (milier dan meningitis
TBC)
|
||
|
INH
|
: 10 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
: 15 mg/kgbb/hari
|
|
Dosis prednison
|
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
|
Komentar
Posting Komentar