WALI DAN RAJA DARI PESISIR JAWA
SUNAN
GUNUNG JATI / SYARIF HIDAYATULLAH
|
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun
ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung
Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa
bernama walisongo.
Sebelum era Sunan Gunung Jati
berdakwah di Jawa Barat. Ada seorang ulama besar dari Bagdad telah datang di
daerah Cirebon bersama duapuluh dua orang muridnya. Ulama besar itu bernama
Syekh Kahfi. Ulama inilah yang lebih dahulu menyiarkan agama Islam di sekitar
daerah Cirebon.
Al-Kisah, putra Prabu Siliwangi dari
Pajajaran bernama Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang pada suatu
malam mendapat mimpi yangsama .Mimpi itu terulang hingga tiga kali yaitu
bertemu dengan Nabi Muhammad yang mengajarkan agama Islam.
Wajah Nabi Muhammad yang agung dan
caranya menerangkan Islam demikian mempersona membuat kedua anak muda itu
merasa rindu.Tapi mimpi itu hanya terjadi tiga kali.
Seperti orang kehausan, kedua anak
muda itu mereguk air lebih banyak lagi, air yang akan menyejukkan jiwanya itu
agama Islam. Kebetulan mereka telah mendengar adanya Syekh Dzatul Kahfi atau
lebih muda disebut Syekh Datuk Kahfi yang membuka perguruan Islam di Cirebon.
Mereka mengutarakan maksudnya kepada Prabu Siliwangi untuk berguru kepada Syekh
Datuk Kahfi, mereka ingin memperdalam agama Islam seperti ajaran Nabi Muhammad
SAW. Tapi keinginan mereka ditolak oleh Prabu Siliwangi.
Pangeran Walangsungsang dan adiknya
nekad, keduanya melarikan diri dari istana dan pergi berguru kepada Syekh Datuk
Kahfi di Gunung Jati. Setelah berguru beberapa lama di Gunung Jati, Pangeran
Walangsungsang diperintahkan oleh Syekh Datuk Kahfi untuk membuka hutan di
bagian selatan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang adalah seorang pemuda
sakti, tugas itu diselesaikannya hanya dalam beberapa hari. Daerah itu
dijadikan pendukuhan yang makin hari banyak orang berdatangan menetap dan
menjadi pengikut Pangeran Walangsungsang. Setelah daerah itu ramai Pangeran
Walangsungsang diangkat sebagai kepala Dukuh dengan gelar Cakrabuana. Daerahnya
dinamakan Tegal Alang-alang.
Orang yang menetap di Tegal
Alang-alang terdiri dari berbagai rasa atau keturunan, banyak pula pedagang
asing yang menjadi penduduk tersebut, sehingga terjadilah pembauran dari
berbagai ras dan pencampuran itu dalam bahasa Sunda disebut Caruban.Maka Legal
Alang-alang disebut Caruban.
Sebagian besar rakyat Caruban mata
pencariannya adalah mencari udang kemudian dibuatnya menjadi petis yang
terkenal.
Dalam bahasa Sunda Petis dari air
udang itu, Cai Rebon. Daerah Carubanpun kemudian lebih dikenal sebagai Cirebon
hingga sekarang ini. Setelah dianggap memenuhi syarat, Pangeran Cakrabuana dan
Rarasantang di perintah Datuk Kahfi untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah
Suci. Di Kota Suci Mekkah, kedua kakak beradik itu tinggal di rumah seorang ulama
besar bernama Syekh Bayanillah sambil menambah pengetahuan agama.
Sewaktu mengerjakan tawaf
mengelilingi Ka’bah kedua kakak beradik itu bertemu dengan seorang Raja Mesir
bernama Sultan Syarif Abdullah yang sama-sama menjalani Ibadah haji. Raja Mesir
itu tertarik pada wajah Rarasantang yang mirip mendiang istrinya.
Sesudah ibadah haji diselesaikan
Raja Mesir itu melamar Rarasantang pada Syekh Bayanillah.
Rarasantang dan Pangeran Cakrabuana
tidak keberatan. Maka dilangsungkanlah pernikahan dengan cara Mazhab Syafi’i.
Nama Rarasantang kemudian diganti dengan Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu
lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.
Pangeran Cakrabuana sempat tinggal
di Mesir selama tiga tahun. Kemudian pulang ke Jawa dan mendirikan Negeri Caruban
Larang. Negeri Caruban Larang adalah perluasan dari daerah Caruban atau
Cirebon, pola pemerintahannya menggunakan azas Islami. Istana negeri itu
dinamakan sesuai dengan putri Pangeran Cakrabuana yaitu Pakungwati.
Dalam waktu singkat Negeri Caruban
Larang telah terkenal ke seluruh Tanah Jawa, terdengar pula oleh Prabu
Siliwangi selaku penguasa daerah Jawa Barat. Setelah mengetahui negeri baru
tersebut dipimpin putranya sendiri, maka sang Raja tidak keberatan walau
hatinya kurang berkenan. Sang Prabu akhirnya juga merestui tampuk pemerintahan
putranya, bahkan sang Prabu memberinya gelar Sri Manggana.
Sementara itu dalam usia muda Syarif
Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan
kedudukannya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang masih berusia dua puluh
tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di
Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu
Syarif Nurullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir,
Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar didaratan Timur Tengah.
Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah
leluhurnya yaitu Jawa, ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.
2.
PERJUANGAN SUNAN GUNUNG JATI.
Sering kali terjadi kerancuan antara
nama Fatahillah dengan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati.
Orang menganggap Fatahillah dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang
benar adalah dua orang. Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang
penyebar agama Islam di Jawa Barat yang kemudian disebut Sunan Gunungjati.
Sedang Fatahillah adalah seorang
pemuda Pasai yang dikirim Sultan Trenggana membantu Sunan Gunungjati berperang
melawan penjajah Portugis.
Bukti bahwa Fatahillah bukan Sunan
Gunungjati adalah makam dekat Sultan Gunungjati yang ada tulisan Tubagus Pasai
Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut lidah orang Portugis. Syarif
Hidayatullah dan ibunya Syarifah Muda’im datang di negeri Caruban Larang Jawa
Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dahulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah
pengalaman. Kedua orang itu disambut gembira oleh Pangeran Cakrabuana dan
keluarganya. Syekh Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran Cakrabuana dan
Syarifah Muda’im itu dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu dekat
dengan makam gurunya, Syarifah Muda’im minta agar diijinkan tinggal di
Pasambangan atau Gunungjati.
Syarifah Muda’im dan putranya yaitu
Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh Datuk Kahfi membuka Pesantren
Gunungjati. Sehingga kemudian dari Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan
sebutan Sunan Gunungjati.
Tibalah saat yang ditentukan,
Pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan Syarif
Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada tahun 1479, karena usianya sudah lanjut
Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan Negeri Caruban kepada Syarif
Hidayatullah dengan gelar Susuhunan artinya orang yang dijunjung tinggi.
Disebutkan, pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung
ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu
diajak masuk Islam kembali tapi tidak mau. Mesti Prabu Siliwangi tidak mau
masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah
Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanan ke Serang.
Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya saudagar dari
Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu.
Kedatangan Syarif Hidayatullah
disambut baik oleh adipati Banten. Bahkan Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan
putri Adipati Banten yang bernama Nyi Kawungten.
Dari perkawinan inilah kemudian
Syarif Hidayatullah di karuniai dua orang putra yaitu Nyi Ratu Winaon dan
Pangeran Sebakingking. Dalam menyebarkan agama islam di Tanah Jawa, Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunungjati tidak bekerja sendirian, beliau sering ikut
bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan disebutkan
beliau juga membantu berdrinya Masjid Demak. Dari pergaulannya dengan Sultan
Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan
Kesultanan Pakungwati dan ia memproklamirkan diri sebagai Raja yang pertama
dengan gelar Sultan.
Dengan berdirinya Kesultanan
tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya
disalurkan lewat Kadipaten Galuh. Tindakan ini dianggap sebagai pembangkangan
oleh Raja Pajajaran. Raja Pajajaran tak peduli siapa yang berdiri di balik
Kesultanan Cirebon itu maka dikirimkannya pasukan prajurit pilihan yang
dipimpin oleh Ki Jagabaya. Tugas mereka adalah menangkap Syarif Hidayatullah
yang dianggap lancang mengangkat diri sebagai raja tandingan Pajajaran. Tapi
usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan anak buahnya malah tidak kembali ke
Pajajaran, mereka masuk Islam dan menjadi pengikut Syarif Hidayayullah.
Dengan bergabungnya prajurit dan
perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan
Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti : Surantaka, Japura, Wana Giri, Telaga
dan lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Kasultanan Cirebon.
Lebih-lebih dengan diperluasnya
Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah pengaruh Kasultanan Cirebon.
Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan.
Diantaranya dari negeri Tiongkok.
Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan Pembesar dari negeri Cina
yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan
negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunungjati pernah
diundang ke negeri Cina dan kawin dengan putri Kaisar Cina yang bernama Putri
Ong Tien. Kaisar Cina yang pada saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam.
Dengan perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara
Cirebon dan negeri Cina, hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk
dimanfaatkan dalam dunia perdagangan.
Sesudah kawin dengan Sunan
Gunungjati, Putri Ong Tien di ganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding.
Kaisar ayah Putri Ong Tien ini membekali putranya dengan harta benda yang tidak
sedikit, sebagian besar barang-barang peninggalan putri Ong Tien yang dibawa
dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang
aman.
Istana dan Masjid Cirebon kemudian
dihiasi dan diperluas lagi dengan motif-motif hiasan dinding dari negeri Cina.
Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu
Pakungwati atau istri Sunan Gunungjati. Dari pembangunan masjid itu melibatkan
banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh
Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk
mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan ummat.
Selesai membangun masjid, diserukan
dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan
daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh
Tanah Pasundan. Prabu Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan
wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah
semakin terhimpit.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh
bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin meluaskan kekuasaan ke Pulau Jawa. Pelabuhan
Sunda Kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak
Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan Nusantara. Oleh karena itu
Raden Patah mengirim Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor untuk menyerang
Portugis di Malaka. Tapi usaha itu tak membuahkan hasil, persenjataan Portugis
terlalu lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan benteng yang kuat di Malaka.
Ketika Adipati Unus kembali ke Jawa,
seorang pejuang dari Pasai (Malaka) bernama Fatahillah ikut berlayar ke Pulau
Jawa. Pasai sudah tidak aman lagi bagi mubaligh seperti Fatahillah karena itu
beliau ingin menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.
Raden Patah wafat pada tahun 1518,
berkedudukannya digantikan oleh Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor, baru
saja beliau dinobatkan muncullah pemberontakan pemberontakan dari daerah
pedalaman, didalam usaha memadamkan pemberontakan itu Pangeran Sabrang Lor
meninggal dunia, gugur sebagai pejuang sahid.
Pada tahun 1521 Sultan Demak di
pegang oleh Raden Trenggana putra Raden Patah yang ketiga. Di dalam
pemerintahan Sultan Trenggana inilah Fatahillah diangkat sebagai Panglima
Perang yang akan ditugaskan mengusir Portugis di Sunda Kelapa.
Fatahillah yang pernah berpengalaman
melawan Portugis di Malaka sekarang harus mengangkat senjata lagi. Dari Demak
mula-mula pasukan yang dipimpinnya menuju Cirebon. Pasukan gabungan Demak
Cirebon itu kemudian menuju Sunda Kelapa yang sudah dijarah Portugis atas
bantuan Pajajaran.
Mengapa Pajajaran membantu Portugis
? Karena Pajajaran merasa iri dan dendam pada perkembangan wilayah Cirebon yang
semakin luas, ketika Portugis menjanjikan bersedia membantu merebut wilayah
Pajajaran yang dikuasai Cirebon maka Raja Pajajaran menyetujuinya.
Mengapa Pasukan gabungan
Demak-Cirebon itu tidak dipimpin oleh Sunan Gunungjati ? Karena Sunan
Gunungjati tahu dia harus berperang melawan kakeknya sendiri, maka
diperintahkannya Fatahillah memimpin serbuan itu. Pengalaman adalah guru yang
terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka, tahulah Fatahillah titik-titik
lemah tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando
dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang.
Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedangkan
Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah ditugaskan
mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan
Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putra
Sunan Gunungjati yang bernama Pangeran Sebakingking. Di kemudian hari Pangeran
Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Fatahillah kemudian diangkat segenap
Adipati di Sunda Kelapa. Dan merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta,
karena Sunan Gunungjati selaku Sultan Cirebon telah memanggilnya untuk
meluaskan daerah Cirebon agar Islam lebih merata di Jawa Barat.
Berturut-turut Fatahillah dapat
menaklukkan daerah TALAGA sebuah negara kecil yang dikuasai raja Budha bernama
Prabu Pacukuman. Kemudian kerajaan Galuh yang hendak meneruskan kebesaran
Pajajaran lama.Raja Galuh ini bernama Prabu Cakraningrat dengan senopatinya
yang terkenal yaitu Aria Kiban. Tapi Galuh tak dapat membendung kekuatan
Cirebon, akhirnya raja dan senopatinya tewas dalam peperangan itu.
Kemenangan demi kemenangan berhasil
diraih Fatahillah. Akhirnya Sunan Gunungjati memanggil ulama dari Pasai itu ke
Cirebon. Sunan Gunungjati menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu.
Sementara kedudukan Fatahillah selaku Adipati Jayakarta kemudian diserahkan kepada
Ki Bagus Angke. Ketika usia Sunan Gunungjati sudah semakin tua, beliau
mengangkat putranya yaitu Pangeran Muhammad Arifin sebagai Sultan Cirebon ke
dua dengan gelar Pangeran Pasara Pasarean. Fatahillah yang di Cirebon sering
disebut Tubagus atau Kyai Bagus Pasai diangkat menjadi penasehat sang Sultan.
Sunan Gunung Jati lebih memusatkan
diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunungjati atau Pesantren Pasambangan.
Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifin
meninggal dunia mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian diberikan
kepada Pangeran Sebakingking yang bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan
kedudukannya di Banten. Sedang Cirebon walaupun masih tetap digunakan sebagai
kesultanan tapi Sultannya hanya bergelar Adipati.Yaitu Adipati Carbon I. Adpati
Carbon I ini adalah menantu Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan Cirebon
oleh Sunan Gunung Jati.
Adapun nama aslinya Adipati
Carbon adalah Aria Kamuning.
Sunan Gunungjati wafat pada tahun
1568, dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya, dan pangeran Carkrabuasa beliau
dimakamkan di gunung Sembung. Dua tahun kemudian wafat pula Kyai Bagus Pasai,
Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama, makam kedua tokoh itu berdampingan,
tanpa diperantarai apapun juga. Demikianlah riwayat perjuangan Sunan
Gunungjati.
Dan seiringnya waktu kekuasaan cirebon semakin terpecah, sekarang pun kita dapat menyaksikan bukti perpecahan itu dengan adanya beberapa keraton yang masih menyiratkan kejayaanya pada tempo dulu. Seperti:
Dan seiringnya waktu kekuasaan cirebon semakin terpecah, sekarang pun kita dapat menyaksikan bukti perpecahan itu dengan adanya beberapa keraton yang masih menyiratkan kejayaanya pada tempo dulu. Seperti:
1.
Keraton kasepuhan;
2.
Keraton kanoman;
3.
Keraton kacirebonan;
4.
Keraton kaprabonan;
Kini ke semua keraton mengalami
kondisi terpuruk karena sekarang keraton tergantung pada subsidi pemerintah dan
swasembada alakadarnya dari masyarakat. Diantara ke seluruhan keraton ini yang
paling memprihatinkan adalah keraton kaprabonan yang lokasinya sekarang
tertutup oleh ruko (rumah toko) orang-orang cina yang merebak sebagai pedagang
dari jaman kolonial sampai sekarang pun masih dapat dilihat para keturunannya
yang berdagang meneruskan para leluhurnya. Dan pintu masuk keraton kaprabonan
pun hanya melalui gang sempit antara ruko-ruko orang cina, bagi orang awam
pasti tidak akan menemukan lokasi keraton kaprabonan.
Oleh
: Rizky islamy R
Disunting dari babad cirebon, dan berdasarkan hasil penelusuran
wisata yang saya lakukan ketika aliyah.
Komentar
Posting Komentar